Pura Mangkunegaran, Keasrian Sejarah di Tengah Kota Solo
EMBUSAN angin sepoi-sepoi mendera para pengunjung di Pura Mangkunegaran, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Mereka yang baru datang tampak terkagum-kagum memandangi keindahan warisan kerajaan Jawa itu. Tampak para pengunjung adalah pengunjung lokal. Tidak sedikit juga turis mancanegara singgah dan memandangi keotentikan pura. Di antara para wisatawan itu, rata-rata mereka terkejut dengan isi dan bangunan dari kayu yang tertata rapi seluas 10 hektar di tengah Kota Solo tersebut.
Pura Mangkunegaran berada persis di Kelurahan Keprabon, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Di tempat itu, selain menjadi obyek wisata juga sebagai kediaman Sri Paduka Mangkunagara. Tidak terlampau sulit menemukan lokasinya. Bangunan itu masih sangat terjaga. Beberapa kali bangunan itu direnovasi, tapi tidak mengubah substansi pura itu. Misalnya saja, kayu jati yang jadi penyangga atap masih digunakan. Begitu juga dengan lantai pura yang diimpor dari Eropa.
“Kayu jati ini utuh rata-rata umurnya 50 tahun ke atas. Kayu jati ini khusus diambil dari dari hutan Donoloyo dari Wonogiri. Sementara ubinnya (marmer) diimpor secara khusus dari Italia, makanya suasananya adem,” ujar Djoko, salah satu pemandu wisata di sana.
Bangunan Pura Mangkunegaran ini secara umum mempunyai kesamaan dengan Keraton. Pura ini memiliki Pendopo, Pringgitan, Pamedan, dan Kaputren. Semua bangunan itu dikelilingi tembok banteng yang kokoh. Ketika menginjak ke dalam Pura, ada pemandangan yang tak biasa. Nuansa ‘horor’ ketika masuk dalam pura Sri Paduka. Pengunjung pun tidak diizinkan sekadar mengabadikan isi dalam bangunan.
“Ini lukisan Kumudowati. Artinya, kesaktian pada diri yang melekat pada seorang. Lukisan itu dilukis tahun 1937 oleh pelukis Istana, Raden Ngabehi,” ujar sang pemandu.
Di bawah atap, juga bersandar berbagai corak warna yang dilukis. Menurut pemandu wisata itu, semua yang dilukis mempunyai warna tersendiri. “Ada warna kuning yang berarti menolak ngantuk, warna biru selalu untung dari bencana, hitam mencegah lapar, hijau menolak stres, putih berarti mencegah seks tidak pada tempatnya atau selalu dalam posisi bersih. Warna pink agar selalu waswas, warna ungu agar tidak mempunyai pikiran yang kotor,” kata sang pemandu.
Terkini Lainnya
- 5 Wisata Ramah Anak Saat Libur Natal dan Tahun Baru di Bogor
- Bali Dipilih sebagai Tempat Favorit Wisatawan, Cocok Jadi Tempat Libur Akhir Tahun
- Pihak Berwenang Spanyol Ganggu Privasi Turis karena Ambil Data Pribadi
- 8 Etika Saat Liburan di Jepang yang Harus Diikuti
- Bingung Cari Destinasi Wisata Akhir Tahun? Coba Kunjungi Pantai Pasir Timbul Mansuar di Raja Ampat
- Australia Paling Diminati untuk Liburan Tahun 2024, Kenapa?
- Bali Destinasi Honeymoon Terbaik 2024, Tempat Tepat Pasutri Habiskan Libur Akhir Tahun
- Indonesia Usulkan Reog Ponorogo, Kebaya, dan Kolintang ke UNESCO
- Jangan Mendaki Tektok ke Gunung Slamet Saat Musim Hujan, Ini Alasannya
- Syarat Pendakian Tektok Gunung Slamet via Blambangan, Perhatikan Cuaca
- 11,5 Juta Turis Asing Kunjungi Indonesia hingga Oktober 2024
- 13 Kantor Imigrasi di Indonesia Kini Hanya Terima Permohonan E-Paspor
- Imigrasi Promosi Golden Visa Indonesia di Konferensi Internasional di Singapura
- Picu Keributan, Penumpang di Pesawat Dilakban
- Pura Hindu Pertama di Belanda Diresmikan, Seperti Apa?