pesonadieng.com

Serunya Tradisi Lebaran di Nusantara, dari Aceh hingga Papua

Tradisi Malaman di malam takbir di Liwa, Lampung Barat, Kamis (16/7/2015) malam. Tradisi Malaman biasa dilakukan pada malam takbir.
Lihat Foto

- Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran 1438 H tinggal menghitung hari. Seluruh umat Muslim di seluruh dunia, terutama di Indonesia, terus bersiap diri menyambut hari nan fitri. Keragaman budaya di Nusantara turut memberikan warna berbeda hingga memunculkan tradisi yang tak boleh dilewati tiap Hari Raya tiba.

Berikut sejumlah tradisi-tradisi unik di penjuru Nusantara, dari Aceh hingga Papua, yang dirangkum

1. Kenduri Makam di Aceh
Tradisi yang turun-temurun dilakukan oleh warga Desa Pasi di Kabupaten Aceh Barat ini diperingati di hari ke 12 setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri. Warga desa akan melakukan ziarah dan makan kenduri bersama di lokasi pemakaman tempat di mana keluarga mereka dikebumikan.

Orang yang menghadiri ritual kenduri, masing-masing membawa bermacam masakan nasi dan aneka kue khas Aceh untuk dimakan bersama usai rangkaian acara ritual dilakukan.

(Baca: Kenduri Makam, Ritual di Hari ke 12 Setelah Lebaran)

2. Malaman di Lampung
Tradisi ini dilakukan pada malam takbir, sehari menjelang Idul Fitri. Anak-anak dan remaja laki-laki akan menyusun batok-batok kelapa di halaman rumah mereka hingga menjulang setinggi 1 meter bahkan lebih. Memang, menjelang Lebaran, akan ada banyak batok kelapa yang tidak terpakai sisa memasak rendang.

“Menara sabut kelapa” itu kemudian dibakar hingga api tampak menjulang dan anak-anak pun bersorak kegirangan. Butuh waktu sekitar 60 menit hingga semua sabut kelapa terbakar dan menyisakan bara yang memerah terserak di tanah. Dulu, bara tersebut dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam setrika besi dan digunakan untuk menyetrika baju baru untuk dikenakan saat Lebaran tiba.

(Baca: Kelapa dan Tradisi Lebaran di Lampung Barat)

KOMPAS/ANGGER PUTRANTO Tradisi Malaman di malam takbir di Liwa, Lampung Barat, Kamis (16/7/2015) malam. Tradisi Malaman biasa dilakukan pada malam takbir.

3. Sungkem Telompak di Magelang
Tradisi yang diikuti masyarakat lereng barat Gunung Merbabu ini dilakukan sebagai bentuk syukur atas ketersediaan air di mata air Telompak di Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Mereka menggelar kesenian tradisional "Campur Bawur" di mata air itu setelah selesai berdoa dan memasang sesaji yang dipimpin seorang juru kunci.

(14/09/2010) menulis, mata air Telompak tetap mengalir saat paceklik melanda desa pada 1932 lalu. Airnya yang melimpah membuat warga dapat bertahan menghadapi krisis tersebut. Warga mengungkapkan rasa syukur atas air yang tetap ada dengan cara itu.

 

/Ika Fitriana Warga kenduri atau makan bersama di halaman masjid Dusun Sorobayan, Desa Banyuurip, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tepat pada hari raya Idul Fitri, Rabu (6/7/2016).

4. Ngejot di Bali
Meski umat Muslim bukanlah warga mayoritas di Bali, Hari Raya Idul Fitri tetap dirayakan dengan meriah di Pulau Dewata ini. Lewat tradisi Ngejot, Nyama Selam (sebutan untuk saudara dari kalangan Muslim) akan memberi hidangan pada tetangga tanpa peduli latar belakang agama. Sebagai balasan, umumnya umat Hindu akan memberi makanan pada tetangganya di Hari Raya Nyepi atau Galungan.

5. Perang Topat di Lombok
Dalam tradisi ini, para warga akan saling melempar ketupat seusai berdoa dan berziarah di Makam Loang Baloq di kawasan Pantai Tanjung Karang dan Makam Bintaro di kawasan Pantai Bintaro.

/ Karnia Septia Warga saling melempar ketupat dalam tradisi perang topat di Lombok.

Mereka percaya, melempar ketupat akan mengabulkan doa. Perang Topat merupakan simbol kerukunan umat Hindu dan Islam di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Peserta Perang Topat tersebut adalah umat Islam dan Hindu.

6. Tumbilatohe di Gorontalo
Tradisi memasang lampu sejak tiga malam terakhir menjelang Idul Fitri itu, awalnya dilakukan untuk memudahkan warga memberi zakat fitrah pada malam hari. Kala itu, lampu terbuat dari damar dan getah pohon.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat