Cerita Ramadhan dari Belanda, Puasa yang Panjang dan Rindu Berburu Takjil
- Bulan Ramadhan punya cerita sendiri, khususnya bagi mereka yang menjalankan ibadah di negara dengan mayoritas penduduk non-muslim.
Salah satunya adalah cerita berikut, dari seorang warga negara Indonesia (WNI) yang tengah menempuh pendidikan S3-nya di Belanda.
Rucitarahma Ristiawan, yang akrab disapa Awang, mengatakan bahwa tahun ini adalah Ramadhan ketiga yang ia jalani berjauhan dengan keluarga di Yogyakarta.
Meski tak begitu berat, namun durasi berpuasa di Belanda nyatanya lebih lama dibanding saat berpuasa di Tanah Air.
Baca juga: Tantangan Puasa di Swiss, Sulit Cari Makanan Halal dan Masjid
"Pada dasarnya, puasa di sini enggak terlalu berat, cuma nambah beberapa jam saja dari Indonesia, tapi waktu untuk memulai puasanya tentatif," kata Awang kepada , Selasa (5/4/2022).
Ia menjelaskan, sekitar jam 04.00-04.30 subuh waktu setempat, adalah waktu untuk sahur, sedangkan waktu berbuka sekitar pukul 20.30 waktu setempat.
"Tapi semakin menuju akhir April, semakin telat juga buka puasanya, bisa pukul 21.15-21.30 nanti," tambahnya.
Baca juga: Pengalaman WNI Puasa di China Saat Pembatasan Covid-19, Masjid Tutup
Salat tarawih di Belanda dan pernah batal puasa
Salat tarawih di Negeri Kincir Angin baru mulai antara pukul 22.30 hingga 23.00, atau hampir tengah malam waktu setempat. Oleh sebab itu, Awang mengatakan bahwa dirinya tidak pernah ikut tarawih di masjid.
"Kalau untuk tarawih baru mulai jam 22.30-23.00, cuma saya sendiri enggak pernah ikut tarawih karena waktunya terlalu malam," tuturnya.
Lantaran siang hari ia cukup lemas, maka ia gunakan waktu pada malam hari untuk lebih produktif, termasuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas kuliah.
Saat ditanya kendala atau tantangan yang paling berat, mahasiswa S3 program studi Cultural Geography ini merasa hampir tak ada yang berarti, bila dari sisi berpuasa itu sendiri.
Namun, ia bercerita, sekitar dua tahun lalu, pernah melewatkan puasa satu hari, karena ketiduran dan tidak sahur, sementara siangnya ada cukup banyak agenda.
"Yang jadi risiko itu, karena buka puasanya malam, sekitar jam 22.00 atau jam 22.30, jadi dua tahun lalu sempat ketiduran, dan bangunnya udah pagi, jadi saya skip enggak puasa," katanya sambil tertawa kecil.
Baca juga: Puasa di Swiss, 16 Jam Tanpa Kumandang Azan Maghrib
Terkini Lainnya
- 4 Aktivitas Seru di Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta, Bisa Belajar Bikin Gerabah
- Pengalaman Mengunjungi Museum Seni Rupa dan Keramik di Jakarta, Serunya Belajar Bikin Gerabah
- Kisah Ruangan Khusus di Museum Sejarah Jakarta, Ternyata Tempat Pangeran Diponegoro Ditahan
- Wisata 4 Musim di Tottori, Jepang, Lihat Kunang-kunang di Hutan Liar Saat Musim Panas
- Lebih dari 32.000 Orang Serbu Dieng Banjarnegara Saat Long Weekend Maulid Nabi 2024
- Menengok Natsu Matsuri, Festival Budaya Jepang di Jakarta
- Mengapa Bali Sering Dipilih Jadi Lokasi Konferensi?
- Jalur ke Dieng Macet Parah Saat Long Weekend Maulid Nabi 2024
- Pengalaman Berkunjung ke Pasar Santa, Nikmatnya Kopi hingga Musik dari Piringan Hitam
- Rute ke Wisata Hiu Paus Botubarani di Gorontalo, 30 Menit dari Kota Gorontalo
- Kebumen Jadi Tuan Rumah Geofest ke-6 Tahun 2025, Targetkan 300 Peserta
- 5 Tips ke Wisata Hiu Paus Botubarani Gorontalo, Datang pada Waktu yang Tepat
- Mengulik Patung Hermes di Museum Fatahillah, Dulunya Sempat di Harmoni
- Pengalaman Ikut Pottery Class di Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta
- Cerita Cosplayer di Jak-Japan Matsuri 2024, Modal Rp 1,5 Juta
- Asal Usul Telur Paskah dan Makna di Baliknya
- Trafik Penumpang di Bandara AP II Naik hingga 65 Persen per Maret 2022
- 42 Ucapan Selamat Paskah untuk Kerabat dan Saudara Terkasih
- Visa on Arrival Direspons Positif, Menparekraf Upayakan Tambah Negara
- Pariwisata Labuan Bajo Kembali Bergeliat pada Awal 2022