Taksu Bali, Bali Metaksu
SEJAK dulu Bali memiliki daya tarik bagi para turis untuk berkunjung ke pulau kecil ini. Wisatawan dalam dan luar negeri berdatangan ke Bali, kendati sekadar untuk bisa duduk di pantai, melihat gunung, melihat aktivitas masyarakat, makan di restoran dan menginap.
Bahkan, saking terkenalnya -- oleh beberapa lembaga, Bali dinyatakan sebagai salah satu destinasi wisata terpopuler dan terbaik di dunia.
Bali menjadi daerah yang penuh daya tarik adalah sederet hal yang dapat dilihat secara kasat mata. Tetapi, di balik semua itu, ada agama-adat- budaya yang kokoh yang menjadi pilar yang bagi keberadaannya.
Saya bukan orang yang paham secara mendalam tentang agama, adat, juga budaya Bali. Sebagai orang cukup awam di bidang ini, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa ada penyebab mengapa Bali metaksu atau memiliki inner power yang melahirkan kekuatan, kharisma sekaligus pesona.
Tri Hita Karana
Salah satunya adalah pedoman hidup orang Bali yang dikenal dengan sebutan Tri Hita Karana. Pedoman ini mengantarkan orang Bali hidup harmonis.
Bukan hanya hidup harmonis dengan sesama manusia, juga dengan Sang Pencipta, dan alam lingkungan semesta raya.
Mari kita bahas hal ini lebih jauh lagi. Tri Hita Karana dimaknai sebagai tiga penyebab kebahagiaan. Ketiga aspek itulah, bagi manusia Bali, menjadi penyebab hidup bahagia.
Kebahagiaan itu baru bisa diperoleh apabila manusia menjaga hubungan yang harmonis dengan Tuhan, menjaga hubungan yang harmonis dengan sesama manusia dan dengan alam lingkungannya. Seperti apa?
Pertama, menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan. Setiap orang yang datang dapat menyaksikan sendiri betapa khusuknya masyarakat Bali dalam urusan agama dan ketuhanan.
Mereka melakukan ritual persembahyangan setiap hari sebagai wujud bakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa.
Bagi manusia Bali, tiada hari tanpa sembahyang dan ritual. Menghaturkan sesajen yang berupa dupa, bunga, dan tirta, adalah aktivitas setiap hari.
Mencakupkan tangan menyembah Tuhan adalah bagian dari aktivitas keseharian yang tak pernah surut. Melantunkan lagu ketuhanan atau mekidung sudah menjadi bagian dari budaya.
Maka, tidak aneh jika wisatawan yang datang ke Bali sering menyaksikan persembahyangan atau ritual seperti itu di berbagai tempat suci.
Kedua, menjaga hubungan harmonis sesama manusia. Kita bisa melihat kehidupan yang harmonis itu terwujud dalam kenyataan di Bali. Bukan hanya antarmanusia Bali sendiri, bahkan juga dengan para pendatang, siapa pun dia dan dari mana pun ia berasal.
Terkini Lainnya
- Waktu Terbaik Lihat Hiu Paus di Botubarani Gorontalo
- 14 orang Ditangkap Akibat Pendakian Ilegal di Hawaii
- Harga Paket Outbound Pondok Zidane, Banyak Pilihan
- Kursi Kelas Satu Jadi Beban, Maskapai di Swiss Ini sampai Modifikasi Pesawat
- Panduan Lengkap Menuju Pondok Zidane, Akses Mudah
- Penginapan Nyaman dan Spot Outbound Menarik di Depok Jawa Barat
- Pondok Zidane, Wisata Edukasi dan Rekreasi Menyenangkan untuk Segala Usia
- Kota Ambon Raih Penghargaan Kota Peduli Inovasi dan Ekonomi Kreatif dan Pariwisata
- Manfaat Perbarui Foto Paspor, Bantu Hindari Penundaan di Bandara
- Paket Outbound Seru di Pondok Zidane, Belajar Sambil Bersenang-senang
- Pantai Karangbolong Kebumen, Punya Pemandangan Indah yang Wajib Dikunjungi
- 4 Tips ke Pasar Santa di Jakarta, Datang Setelah Jam Makan Siang
- 8 Tempat Wisata di Bali Selain Pantai untuk Long Weekend
- Kapal Pesiar Carnival Spirit Tabrak Bongkahan Es di Alaska
- Toya Devasya Geopark & Villas di Bali: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket
- 17 Agustus 2022 HUT Ke Berapa RI? Simak Sejarahnya
- Kemenparekraf Dorong Ponorogo Jadi Kota Kreatif UNESCO
- Wisatawan di Kota Malang Bisa Antisipasi Kemacetan dengan Aplikasi Ini
- Cara Ikut Upacara HUT Ke-77 RI di Istana Merdeka dan Online
- Keni Pujasera, Tempat Santai dengan Suasana Dingin Khas Aceh Tengah