5 Beda Keraton Yogyakarta dan Solo, Berawal dari Perjanjian Jatisari
- Kasultanan Ngayogyakarta atau Keraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo berasal dari kerajaan yang sama, yakni Kerajaan Mataram Islam.
Melalui Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada 13 Februari 1755, Kerajaan Mataram Islam terbagi menjadi dua, yakni Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo. Pembagian Kerajaan Mataram Islam tersebut merupakan salah satu peristiwa besar dalam sejarah.
Baca juga:
- Lokasi Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755, Asal Mula Keraton Surakarta dan Yogyakarta
- Perjanjian Giyanti 13 Februari, 268 Tahun Pecahnya Mataram Islam Jadi Surakarta dan Yogyakarta
Keraton Yogyakarta berada di Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta. Sedangkan, Keraton Solo berada di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo.
Meskipun berasal dari kerajaan yang sama, yakni Kerajaan Mataram Islam, namun ada perbedaan antara Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo.
Lantas, apa beda Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo? Simak ulasannya berikut ini seperti dihimpun .
1. Gelar penguasa
Setelah Perjanjian Giyanti, maka Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo masing-masing dipimpin oleh seorang raja.
Keraton Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I, seperti dikutip dari website Kraton Jogja. Saat ini, Keraton Yogyakarta dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono X.
Sedangkan, Keraton Solo dipimpin oleh Susuhan Paku Buwono III atau Sunan Pakubuwono III. Saat ini, Keraton Solo dipimpin oleh Sunan Pakubuwono XII.
2. Tradisi dan adat istiadat
Dua hari setelah Perjanjian Giyanti, dilaksanakan Perjanjian Jatisari tepatnya pada 15 Februari 1755. Berdasarkan informasi dari website Kraton Jogja, salah satu isi penting Perjanjian Jatisari adalah membahas perbedaan identitas kedua keraton tersebut.
Bahasan dalam perjanjian ini meliputi perbedaan identitas tata cara berpakaian, ada istiadat, bahasa, gamelan, tari tradisional, dan sebagainya.
Baca juga:
- 5 Beda Keraton Solo dan Pura Mangkunegaran, Jangan Sampai Keliru
- Museum Kereta Keraton Yogyakarta Kembali Dibuka, Tiket mulai Rp 15.000
Inti dari Perjanjian Jatisari adalah, Sultan Hamengku Buwono I memilih untuk melanjutkan tradisi dan adat istiadat lama Kerajaan Mataram Islam.
Sementara itu, Sunan Pakubuwono III sepakat untuk memberikan modifikasi atau menciptakan bentuk budaya baru, dengan tetap berlandaskan pada budaya lama. Perjanjian Jatisari tersebut merupakan titik awal perkembangan budaya yang berbeda antara Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo.
Terkini Lainnya
- 15 Cara Cegah Sakit Saat Liburan Nataru yang Masih Musim Hujan
- Apa Itu Prasasti Pucangan dan Mengapa Begitu Penting bagi Indonesia?
- Kemenpar Mau Berantas Pungli di Tempat Wisata agar Wisatawan Nyaman
- 5 Wisata Ramah Anak Saat Libur Natal dan Tahun Baru di Jakarta
- Tips Liburan di Puncak Saat Libur Natal dan Tahun Baru
- Bupati Semarang Gratiskan Anggota Korpri di Wisata yang Dikelola Pemkab
- Museum Sangiran, Menguak Sejarah Perkembangan Peradaban Manusia
- 5 Ide Aktivitas Libur Natal dan Tahun Baru di Jakarta
- 4 Aktivitas di Pertunjukan Stuntman Show di TMII, Bisa Kulineran
- 6 Rekomendasi Tempat Wisata di Jakarta untuk Libur Sekolah, Bermain Sambil Belajar
- 6 Destinasi Wisata Mirip di Film Moana, Ada yang Versi Live Action
- 7 Taman untuk Piknik di Jakarta, Ada Area Bermain Anak dan Gratis
- Pajak Daerah Kota Batu Sektor Hotel, Restoran, dan Kafe Desember 2024 Diprediksi Capai Rp 25 Miliar
- 5 Tips Menonton Stuntman Show di TMII, Jangan Datang Terlambat
- Libur Akhir Tahun di TMII, Ada Indonesia International Stuntman Show
- Kapal Wisata Tenggelam di Labuan Bajo Tanpa Surat, Akan Diberi Sanksi
- Pulau Penyengat di Kepulauan Riau Kini Dilengkapi Pusat Informasi Turis
- Aktivitas di Taman Langit Telomoyo, Bisa Ngopi Santai
- Lion Air Buka Rute Langsung Surabaya-Madinah Mulai 5 Agustus 2023
- Rute Menuju Tebing Keraton dari Stasiun Bandung