Spa di Bali Tidak Kena Pajak Hiburan 40 Persen, Sandiaga: Spa Bukan Hiburan
- Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menegaskan bahwa sektor spa di Bali tidak kena pajak hiburan sebesar 40 persen. Alasannya, spa bukanlah sektor hiburan, melainkan sektor kebugaran.
"Jangan khawatir, seperti yang disampaikan Pak Tjok (Kepala Dinas Pariwisata Bali), bahwa spa ini tetap berbasis budaya dan kearifan lokal," kata Sandiaga dalam program The Weekly Brief with Sandi Uno di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Rabu (10/1/2024).
"Tentunya spa tidak dimasukkan ke dalam pajak hiburan yang menjadi bahasan," jelasnya.
Baca juga:
10 Destinasi Wisata Terpopuler Dunia 2024 Versi Tripadvisor, Ada Bali
Bali Jadi Destinasi Terbaik untuk Honeymoon 2024 Versi Tripadvisor
Seperti diketahui, Pemerintah Daerah Kabupaten Badung telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 973/14315 tentang Pelaksanaan Pemungutan Pajak Daerah di Kabupaten Badung.
Di dalam SE tersebut, disampaikan bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Di dalamnya juga termuat Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, spa masuk ke dalam kategori hiburan.
Dalam hal ini dikenai biaya kenaikan pajak dari 15 persen menjadi 40 persen.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun mengatakan jika spa masuk ke dalam ketegori hiburan, otomatis pelaku usaha spa yang bekerja dikategorikan sebagai penghibur.
Padahal, kata Tjok, Spa yang ada di Bali menyuguhkan kearifan lokal dan menjunjung tinggi kebudayaan.
"(Kalau) dikategorikan sebagai usaha hiburan juga mempengaruhi persepsi publik terhadap bisnis spa, " kata Tjok.
Ketika spa dipandang sebagai suatu hiburan, lanjutnya, beberapa orang akan melihat spa sebagai tempat hiburan semata. Hal ini tentu dapat mempengaruhi citra profesional dan kesehatan.
Tidak hanya itu, kata Tjok, dengan konsep hiburan yang melekat pada spa, ini juga berpengaruh terhadap sertifikasi kompetensi, dan strategi pemasaran.
"Jika spa tidak diintegrasikan secara bijak dengan budaya lokal, ada risiko komodifikasi budaya. Nantinya hanya dianggap sebagai atraksi, jauh dari konteks yg sebenarnya," paparnya.
Baca juga:
Terkini Lainnya
- Daya Tarik Wisata dan Budaya Polinesia, Jadi Inspirasi Latar Film Moana
- Janji-janji Maskapai Turunkan Harga Tiket Pesawat Domestik
- 2 Bayi Harimau, 1 Bayi Owa, dan 2 Bayi Penguin Lahir di Taman Safari Indonesia
- Wisata Gratis di Yogya, Indahnya Hamparan Sawah Berlatar Perbukitan Menoreh
- 15 Cara Cegah Sakit Saat Liburan Nataru yang Masih Musim Hujan
- Apa Itu Prasasti Pucangan dan Mengapa Begitu Penting bagi Indonesia?
- Kemenpar Mau Berantas Pungli di Tempat Wisata agar Wisatawan Nyaman
- 5 Wisata Ramah Anak Saat Libur Natal dan Tahun Baru di Jakarta
- Tips Liburan di Puncak Saat Libur Natal dan Tahun Baru
- Bupati Semarang Gratiskan Anggota Korpri di Wisata yang Dikelola Pemkab
- Museum Sangiran, Menguak Sejarah Perkembangan Peradaban Manusia
- 5 Ide Aktivitas Libur Natal dan Tahun Baru di Jakarta
- 4 Aktivitas di Pertunjukan Stuntman Show di TMII, Bisa Kulineran
- 6 Rekomendasi Tempat Wisata di Jakarta untuk Libur Sekolah, Bermain Sambil Belajar
- 6 Destinasi Wisata Mirip di Film Moana, Ada yang Versi Live Action
- Pemerintah Tambah Penerbangan Rute Internasional Jelang Imlek 2024
- Pembangunan Hotel Bintang 5 dI IKN Nusantara Sudah 30 Persen
- Taman Nasional Baluran Ditutup Mulai 15 Januari 2024, Ini Penyebabnya
- 10 Destinasi Wisata Terpopuler Dunia 2024 Versi Tripadvisor, Ada Bali
- Bali Masuk Destinasi Wisata Terpopuler Dunia 2024 Versi Tripadvisor