pesonadieng.com

Kementerian Keuangan Sebut Pajak Hiburan Indonesia Justru Turun

Ilustrasi.
Lihat Foto

JAKARTA, - Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana, mengatakan bahwa pajak hiburan Indonesia justru turun, bukan naik.

"Sebetulnya, kurang tepat kalau dibilang bahwa pajak jasa hiburan ini tarifnya naik. Secara umum, Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) justru turun," kata Lydia dalam Weekly Brief with Sandiuno pada Senin (22/1/2024).

Menurut Lydia, undang-undang (UU) sebelumnya mengatur pajak hiburan maksimal 35 persen. Kini, pajak hiburan paling tinggi adalah 10 persen.

Pagelaran busana, misalnya. Lydia menyebut, hal ini diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dan masuk kategori tertentu atau khusus yang dikenakan tarif pajak hingga 75 persen.

Sementara kini, UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), menuliskan 12 isi PBJT jasa kesenian dan hiburan.

"Nomor satu itu adalah pajak bioskop atau tontonan. Sekarang, Pemerintah Daerah (Pemda) hanya boleh menetapkan pajak paling tinggi 10 persen," ujar Lydia.

Keberadaan UU HKPD mengatur pajak pagelaran busana, kontes kecantikan, bioskop, hingga konser yang dikenakan pajak 10 persen oleh Pemda.

Besaran pajak 10 persen ini disesuaikan dengan pajak konsumsi lainnya di dalam UU.

Baca juga:

Pajak hiburan tertentu jadi 75 persen

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana dalam Weekly Brief with Sandiuno, Senin (22/1/2024)./Krisda Tiofani Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana dalam Weekly Brief with Sandiuno, Senin (22/1/2024).

Keluhan tarif pajak hiburan yang naik terus tergaung mulai awal 2024, tak terkecuali dari kalangan pebisnis-selebritas.

Lydia mengatakan, beberapa jenis hiburan memang dikenakan pajak 40-75 persen, tetapi hanya untuk jenis hiburan tertentu.

Jenis hiburan tertentu yang dikenakan pajak 40-75 persen adalah bar, kelab malam, diskotik, mandi uap, dan diskotik.

"Dalam UU sebelumnya, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), itu memang sudah dikategorikan sebagai jenis hiburan tertentu," tegas dia.

Kenaikan pajak hiburan tertentu ini tidak hanya ditujukan untuk menaikkan pendapatan kabupaten atau kota daerah setempat.

Ia menuturkan, jenis hiburan tertentu juga hanya dikonsumsi oleh sebagian masyarakat, bukan kebanyakan masyarakat seperti hiburan lainnya.

"Jadi, tidak tepat kiranya kalau disebut bahwa UU ini tidak pro pada pariwisata," kata Lydia.

Sebab, hiburan yang terkait promosi pariwisata daerah dan budaya justru tidak dikenakan pemungutan bayaran sehingga tidak terdampak kenaikan pajak 40-75 persen.

"Kalau tidak boleh dipungut bayaran (pariwisata), berarti tidak boleh dipungut pajak," tambah dia.

Baca juga:

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat