pesonadieng.com

Masa Depan Pariwisata: "Flashpacking" Mengubah Lanskap Wisata

Wisatawan sedang bersantai di tepi Pulau Kelor, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Lihat Foto

TEKNOLOGI yang berkembang pesat berdampak besar pada berbagai sektor, termasuk pariwisata.

Kemajuan teknologi digital telah mempermudah wisatawan dalam mengakses informasi, memilih destinasi, dan merencanakan perjalanan melalui aplikasi pemesanan online, media sosial, dan platform e-tourism lainnya.

Transformasi ini tidak hanya mempermudah perencanaan, tetapi juga mengubah cara wisatawan berinteraksi dengan destinasi.

Perubahan preferensi dari backpacker menjadi flashpacker adalah contoh nyata dari dampak teknologi.

Flashpacking adalah tren yang menggabungkan elemen petualangan backpacking dengan kenyamanan yang lebih tinggi serta penggunaan teknologi canggih.

Tren ini muncul sejak awal 2000-an, seiring dengan meningkatnya akses ke penerbangan murah, internet global, dan perangkat mobile, yang memudahkan wisatawan dalam merencanakan dan menjalani perjalanan.

Flashpackers berdasarkan penelitian umumnya berusia 20-35 tahun, sehingga cenderung lebih memilih pengalaman berkualitas daripada hanya mengandalkan anggaran minimal.

Wisatawan dengan konsep flashpackers biasanya memilih akomodasi seperti hotel butik atau hostel premium, dan gaya perjalannya lebih sering mencari pengalaman unik dan otentik.

Penelitian terbaru menunjukkan flashpackers memprioritaskan kemampuan untuk mencapai tujuan hidup melalui pengalaman yang dapat dipelajari, sambil tetap menghargai rekreasi dan budaya lokal.

Euromonitor International memperkirakan bahwa pada 2030, segmen wisatawan teknologi-savvy seperti flashpacker akan berkembang pesat, didorong oleh kemajuan teknologi dan digitalisasi dalam industri pariwisata.

Data dari Statista juga menunjukkan pertumbuhan penggunaan platform pemesanan online dan aplikasi perjalanan sebesar 10 persen per tahun hingga 2027, mendukung tren ini.

Untuk memanfaatkan tren flashpacking, Indonesia perlu melakukan menerapkan langkah strategis dimulai dari strategi branding destinasi yang sesuai dengan preferensi pasar ini.

Kampanye branding yang menekankan petualangan, keberlanjutan, dan pengalaman budaya mendalam, serta pemanfaatan teknologi seperti aplikasi perjalanan dan e-commerce, akan sangat efektif.

Selanjutnya, pasar ini dapat tumbuh di Indonesia dengan adanya kolaborasi steakholder seperti Pemerintah dan pelaku industri pariwisata dengan memperkuat infrastruktur digital dan menyediakan pengalaman berbasis komunitas yang terintegrasi dengan teknologi, seperti platform reservasi online dan sistem pembayaran digital.

Diversifikasi penawaran wisata juga penting. Flashpackers mencari perjalanan yang menggabungkan budaya lokal dengan fasilitas modern.

Oleh karena itu, Indonesia harus mengembangkan paket wisata yang menawarkan kombinasi aktivitas petualangan dan kenyamanan, seperti trekking ke lokasi eksotis dengan akomodasi boutique.

Selain itu, pengembangan paket wisata yang fleksibel dan pengalaman budaya, seperti kelas memasak tradisional atau tur ke desa adat, harus dipertimbangkan.

Penyediaan opsi penginapan berkualitas dengan fasilitas modern, seperti Wi-Fi gratis dan sarapan sehat, juga dapat meningkatkan daya tarik.

Dengan menerapkan strategi ini, Indonesia dapat memosisikan sebagai destinasi utama bagi flashpackers, menawarkan pengalaman yang autentik, berbasis teknologi, dan interaktif, serta memperkaya kehidupan wisatawan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat