Menjajal "Via Ferrata" Tertinggi di Asia Tenggara Halaman all -
PURWAKARTA, - Sinar matahari menembus pepohonan yang menaungi saung tempat peristirahatan di Kampung Cirangkong, Desa Pesanggrahan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Pagi itu cuaca sangat bersahabat. Dari arah belakang saung, terdengar suara beberapa anggota tim Badega Gunung Parang sedang memersiapkan peralatan pendakian. Hari itu, saya bersama beberapa penguji nyali lainnya akan menjajal via ferrata tertinggi di Asia Tenggara.
Via ferrata adalah teknik memanjat dengan mendaki tangga besi yang "ditanam" di dinding tebing. Di Asia Tenggara, hanya ada dua negara yang memiliki via ferrata yakni Malaysia dan Indonesia. Namun, via ferrata di Indonesia adalah yang tertinggi.
Sampai saat ini, wisatawan bisa mendaki tebing lewat via ferrata hingga ketinggian 700 meter di atas permukaan tanah. Gunung Parang yang terletak di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, adalah tempat untuk mencoba via ferrata.
Badega Gunung Parang adalah salah satu operator wisata, sekaligus komunitas, yang melayani panjat tebing via ferrata. Selain itu ada pula Skywalker, yang memiliki via ferrata di sisi lain Gunung Parang.
Pukul 09.00 WIB, semua orang bergegas. Peralatan keselamatan disematkan kepada tiap orang: harness, tali panjat, lanyard, karabiner (pengait), juga helm. Tiap orang punya dua pengaman. Satu dipasangkan di kabel baja yang membentang di kiri atau kanan tangga. Pengaman lainnya dipasangkan di tangga via ferrata.
Perjalanan dimulai. Satu karabiner dipasangkan ke kabel baja sebelah kiri tangga. Satu karabiner lainnya dipasangkan ke tangga via ferrata. Sepanjang pendakian, kita harus memindahkan dua karabiner tersebut secara bergantian. Ini untuk memastikan pendaki punya pengaman cadangan saat pengaman yang satu lagi dipindahkan.
Baru sekitar 30 meter pendakian, kita sudah bisa melihat pemandangan dari ketinggian. Pendaki boleh beristirahat kapan saja, sesuai kemampuan. Panjat tebing dengan mendaki tangga seperti ini bisa dibilang rekreasional. Siapa pun dari usia berapa pun bisa melakukannya.
Dhani Daelami, penggagas Badega Gunung Parang mengatakan, via ferrata aman dilakukan oleh pengunjung dari segala usia. Asal, memiliki tinggi minimal satu meter dan tidak punya penyakit jantung atau ayan.
Perjalanan pun berlanjut, tibalah saya di titik perhentian pertama yakni ketinggian 100 meter. Lama pendakian dari titik nol sampai 100 meter adalah sekitar 30 menit. Ini adalah titik rekreasi, mayoritas pendaki yang ingin mencoba via ferrata hanya sampai titik ini.
Namun, titik itu baru sepertujuh dari perjalanan. Rombongan pun melanjutkan perjalanan. Ada beberapa titik peristirahatan, yang paling nyaman terletak pada ketinggian 200 meter. Terdapat bale kecil di bawah pohon rindang, sangat "mengundang" untuk beristirahat.
Selebihnya yakni di ketinggian 300, 400, dan 500 meter, tempat peristirahatan hanya berupa dataran sempit di pinggir tebing. Beberapa tempat bahkan tak punya pohon sama sekali.
Matahari yang awalnya bersinar malu-malu pada pagi hari, berubah menjadi "oven" di atas kepala pada siang hari. Sepanjang pendakian via ferrata, kita harus rela berjemur di bawah sinar matahari di pinggir tebing. Oleh karena itu penting untuk membawa air mineral dan makanan ringan sepanjang perjalanan.
Sekitar pukul 16.00 WIB, akhirnya saya sampai di titik tertinggi via ferrata yakni 700 meter. Bendera Merah Putih berkibar dengan gagahnya. Tak banyak ruang untuk beristirahat di titik ini, sehingga rombongan harus berpencar dan istirahat di tengah tangga.
Namun saat sampai di titik ini, rasa lelah hilang seketika. Pemandangan yang menghampar masih sama: Waduk Jatiluhur, Gunung Bongkok, Gunung Lembu, serta pedesaan dan pesawahan di sekitar Gunung Parang. Namun kita melihatnya dari ketinggian yang sama dengan burung-burung berterbangan. Bird eye view.
Sampai di titik ini, rasanya tak rela untuk kembali turun. Namun matahari sudah mulai meredup. Angin mulai kencang. Jika tidak membawa headlamp, rombongan harus turun gelap gulita. Hal yang sedikit mustahil.
Dua jam berikutnya, saya kembali berkutat dengan tangga via ferrata. Turun rupanya sedikit lebih sulit dibanding naik. Kita harus membiasakan kedua kaki agar tidak gemetar. Apalagi jika Anda takut ketinggian.
Pukul 19.00 WIB, semua rombongan tiba di Desa Cirangkong dengan selamat. Nasi dan ikan nila bakar sudah menunggu untuk disantap. Beruntung kami tak dilanda hujan sepanjang perjalanan.
Mencapai titik tertinggi via ferrata di Asia Tenggara merupakan sebuah kebanggaan. Hal itu juga mengingatkan kita betapa kecilnya manusia di tengah alam semesta.
Terkini Lainnya
- Festival Kebudayaan Yogyakarta 2024 Diharapkan Dongkrak Wisata dan Ekonomi
- Kereta Api yang Akan Lintasi Rel Layang Simpang Joglo Solo Saat Sudah Beroperasi
- Rute Kereta Bandara Adi Soemarmo Akan Diubah dari Klaten ke Madiun
- Menhub Sebut Rel Layang Simpang Joglo Solo Beroperasi 1 November 2024
- Grebeg Gunungan Sagara View, dari Hasil Bumi ke Destinasi Wisata Baru
- Palagan Night Carnival, Pesta Kostum Unik di Kabupaten Semarang
- Daftar 30 Kereta Api yang Berangkat dari Stasiun Gambir
- 5 Tempat Wisata Dekat Stasiun Gambir, Bisa Jalan Kaki
- Rail Transit Suite Gambir, Hotel di Dalam Stasiun Gambir
- Sedang di Stasiun Gambir, Ada Fasilitas untuk Mandi dan Titip Barang
- Januari-September 2024, Ada 24 Kapal Pesiar Angkut Turis Asing Masuk TN Komodo
- Rute dan Harga Tiket DAMRI ke Stasiun Gambir, Ada yang dari Bandara Soekarno Hatta
- Patih Gadjah Mada dan Pasukan Majapahit Akan Temui Wisatawan Saat Snorkeling di Bangsring Underwater Banyuwangi
- Cara Check-In Keberangkatan Kereta Api di Stasiun Gambir
- Beli Tiket Kapal Feri Banyuwangi-Bali, Tidak Bisa "Online" di Depan Pelabuhan