pesonadieng.com

Memaknai Tradisi Thudong, Lebih dari Sekadar Jalan Kaki

Rangkaian pelepasan Bhikku Thudong di Bukit Kassapa, Kota Semarang, Kamis (16/5/2024) pagi.
Lihat Foto

JAKARTA, - Jelang perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 pada Kamis (23/5/2024), sejumlah Bhikku dari beberapa negara di Asia Tenggara akan melakukan thudong.

Sederhananya, thudong ialah tradisi jalan kaki yang dilakukan oleh para Bhikku dari tujuan awal menuju lokasi perayaan puncak Waisak.

Baca juga:

Tahun ini tradisi thudong dimulai oleh para Bhikku dari Kota Semarang menuju kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

Lantas, apa makna di balik tradisi thudong?

 

Menurut Wakil Ketua Panitia Nasional Waisak 2024 YM Bhikku Dhammavudho, thudong faktanya bukan hanya sekadar tradisi jalan kaki, tetapi memaknai setiap langkah yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan.

"Jadi (thudong) itu untuk makna pelepasan dan juga berlatih kesabaran," kata Bhikku Dhammavudho saat ditemui di Gedung Sasono Utomo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Selasa (14/5/2024).

Wakil Ketua Panitia Nasional Waisak 2024 YM Bhikkhu Dhammavudho saat ditemui di Gedung Sasono Utomo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur, Selasa (14/5/2024). / Suci Wulandari Putri Wakil Ketua Panitia Nasional Waisak 2024 YM Bhikkhu Dhammavudho saat ditemui di Gedung Sasono Utomo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur, Selasa (14/5/2024).

Ia melanjutkan, seseorang dalam menjalani hidup tentu harus melepaskan. Misalnya saat kematian, seseorang tentu akan melepaskan semua yang pernah ia miliki. 

Maka dari itu, lanjutnya, pada saat thudong, para Bhikku yang awalnya membawa tas seberat 20 sampai 30 kilogram untuk perbekalan, lambat laun akan melepaskan satu persatu yang dibawa.

"Misalnya mereka membawa tas (seberat) 20-30 kilogram berisi tenda, jubah, dan perlengkapan. Pada akhirnya mungkin tendanya tidak perlu, itu akan dilepaskan, akhirnya mereka hanya pakai sandal dan jubah saja," jelasnya.

Baca juga:

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat